gaespost.com | ACEH UTARA - Baru saja kita kehilangan Tgk. H. Muhammad Daud Bin Ahmad (Abu Daud Lueng Angen) Ulama Kharismatik di Nanggroe Aceh, pada Ahad pagi 19/6/2022 sekira pukul 07.30 WIB saat menjalani perawatan diruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUD ZA) Banda Aceh.
Berikut biografi Abu Lueng Angen seperti dikutip dari Laduni.id.
KELAHIRAN
Tgk. H. Muhammad Daud Ahmad atau yang kerap disapa dengan panggilan Abu Daud Lueng Angen lahir pada bulan Maret 1941 di Desa Meunasah Leubok, Lhok Nibong, Aceh Timur. Beliau merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara dari Tgk. Ahmad bin Abdul Latif dan Dhien.
PENDIDIKAN
Pada tahun 1956, Abu Daud Lueng Angen memulai pendidikannya dengan belajar di Dayah Bustanul Huda di Panteu Breueh, Aceh Utara. Saat itu, dayah tersebut dipimpin oleh Teungku Abdul Ghani yang dikenal dengan Teungku di Aceh.
Ternyata apa yang Abu impikan ada di dayah ini. Beliau menemukan kajian ilmu yang sudah lama dicita-citakan ditambah lagi dengan suasana yang cukup kondusif jauh dari suara bising letusan senjata karena sedang terjadi genjatan senjata antara pihak DI/TII dengan Pemerintah RI.
Namun sayang suasana yang tenang tersebut hanya bisa dinikmati selama dua tahun karena pemberontakan DI/TII kembali meletus sehingga beliau berseta para santri di dayah tersebut harus mengungsi ke Gampong Tanjong Ara, Paya Naden, Aceh Timur, beliau dan santri lainnya mengikuti ajakan guru beliau Teungku Abdul Ghani Tanjung Ara ke Gampong Tanjong Ara agar kegiatan belajar mengajar tidak terputus.
Selama masa pengungsian beliau mulai memikirkan untuk melanjutkan pembelajaran ke tingkat yang lebih tinggi. Maka Pada bulan Desember 1960, Teungku Muhammad Daud, berbulat tekad menuju Samalanga sebagai tempat belajar yang lebih menjanjikan.
Pengembaraan musafir ilmu terus berlanjut hingga sampai yang Abu inginkan yakni belajar pada dayah saat itu sudah terkenal. Tempat itu tidak lain adalah Dayah Ma’hadal ‘Ulum Diniyyah Islamiyyah (MUDI) Mesjid Raya Samalanga yang beliau pilih kala itu dipimpin oleh Teungku H. Abdul Aziz Shaleh (dikenal sebagai Abon Samalanga).
Abu dengan berbekal ilmu yang didapatkan di Dayah Bustanul Huda di Panteu Breueh maka dapat langsung duduk di kelas empat. Dalam sejarah perjalanan musafir ilmu Abu diantara guru beliau di MUDI adalah Tu Din (Teungku Zainal Abidin Syihabuddin), Teungku M. Kasem TB (Alm. adalah pimpinan Dayah Darul Istiqamah, Bireuen), Teungku Usman Kuta Krueng (sekarang pimpinan Dayah Darul Munawwarah, Pidie Jaya), dan tentunya Abon Samalanga sendiri. Tercatat di dalam tinta sejarah bahwa lamanya Abu belajar selama di dayah MUDI boleh di katakan hanya sepuluh tahun.
Tentu saja lamanya tersebut terasa sangat singkat walaupun beliau cukup betah mengaji dan semangat serta ketekunan dengan himmah sungguh luar biasa. Ini juga di dukung lancarnya Abu dalam menghafal hinggan lebih dari 10 tahun itu ibarat sepuluh kali lipat.
MEMIMPIN DAYAH
Abu Lueng Angen memimpin sebuah Dayah Darul Huda di Desa Krueng Lingka kecamatan Langkahan kabupaten Aceh Utara.
Dayah tersebut sering disebut dengan Dayah Lueng Angen. Berdasarkan menurut sebagian sumber, saat dayah tersebut masih dalam pembangunan dan belum maju seperti saat ini.
Ternyata di samping komplek dayah tersebut dulu terdapat sebuah Lueng (parit/sungai kecil) mati yang di tumbuhi pohon rumbia, sehingga sering terdengar suara daun pohon rumbia yang dihempas angin.
Walhasil dijadikanlah wajah tasmiyah (indikator) sejarah dayah itu dengan sebutan Dayah Lueng Angen walaupun saat ini Lueng tersebut sudah di timbun untuk perluasan komplek dayah yang kian berkembang dengan pesatnya.
Penerapan peraturan dan kedisiplinan yang ketat di dayah ini tidak terlepas dari diri Abu Muhammad Daud sendiri yang sangat disiplin dalam berbagai hal.Bahkan menurut hikayah para guru di lueng angen semasa Abu menimba ilmu di dayah MUDI Masjid Raya Samalanga, Abon Samalanga mempercayakan semua peraturan pada tangan Abu Lueng Angen.
Walaupun Dayah Abu Lueng Angen terkenal dengan peraturannya yang sangat ketat, tetap saja menjadi salah satu dayah yang banyak peminatnya di Aceh, saat ini lebih ribuan santri menetap di dayah ini dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Sementara itu menurut salah seorang guru di dayah tersebut almarhum Abu Alue Bili Allahu yarham pernah mengatakan bahwa “Karamah Dayah Lueng Angen Dengan Peraturan”,setiap peraturan yang di terapkan akan berjalan dan tidak akan mengurangi niat masayarakat untuk menitipkan anaknya di dayah tersebut.
Sosok ulama karismatik Aceh ini dikenal ahli dalam bidang Fiqh dan Qiraah Sab’ah (tujuh macam cara membaca al-quran), sangat wajar dan tidak perlu heran terhadap muridnya yang terkenal dengan qiraahnya hasil didikan beliau sendiri dengan kefasihannya dalam membaca Al-quran.
Abu Lueng Angen sejak kecil sebagai masyarakat biasa oleh orang tuanya di sekolahan di jenjang pendidikan formal. Pada tahun 1954 Tgk Muhammad Daud mulai belajar di SR (Sekolah Rendah) Lhoknibong.
Namun sayang pada saat pemberontakan DI/TII tepatnya pada bulan Ramadhan tahun 1954 sekolah ini dibakar oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab. Peristiwa ini mengakibatkan beliau harus berhenti bersekolah.
Setelah kejadian tersebut masyarakat Lhok Nibong memprakasai pendirian SRI (Sekolah Rendah Islam) sebagai pengganti sekolah yang telah terbakar dan Tgk. Muhammad Daud pun dapat kembali bersekolah. Akhirnya beliau hanya belajar kurang dari setahu di sekolah itu. []